A. MPR
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan
Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945 adalah:
- mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;
- melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
- memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar;
- memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan
oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa
jabatannya;
- memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon
Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum
sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
B. DPR
Dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, untuk optimalisasi lembaga perwakilan serta memperkukuh
pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR, DPR memiliki
fungsi yang diatur secara eksplisit dalam UUD.
Pada Pasal 20A dipertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan DPR sebagai lembaga
legislatif yang menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran
mempertegas kedudukan DPR untuk membahas (termasuk mengubah) Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat. Kedudukan DPR
dalam hal APBN ini lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan Presiden karena
apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah
menjalankan APBN tahun yang lalu [Pasal 23 ayat (3)]. Fungsi pengawasan adalah
fungsi DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan oleh Presiden (pemerintah).
Penegasan fungsi DPR dalam UUD 1945 itu akan sangat mendukung pelaksanaan tugas
DPR sehingga DPR makin berfungsi sesuai dengan harapan dan tuntutan rakyat
Selanjutnya, dalam kerangka checks and balances system dan penerapan negara
hukum, dalam pelaksanaan tugas DPR, setiap anggota DPR dapat diberhentikan dari
jabatannya. Dalam masa jabatannya mungkin saja terjadi hal atau kejadian atau
kondisi yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan sebagai anggota DPR.
Agar pemberhentian anggota DPR tersebut mempunyai dasar hukum yang baku dan
jelas, pemberhentian perlu diatur dalam undang-undang. Ketentuan ini merupakan
mekanisme controlterhadapanggotaDPR.
Adanya pengaturan pemberhentian anggota DPR dalam masa jabatannya dalam
undang-undang akan menghindarkan adanya pertimbangan lain yang tidak
berdasarkan undang-undang. Ketentuan itu juga sekaligus menunjukkan konsistensi
dalam menerapkan paham supremasi hukum, yaitu bahwa setiap orang sama di depan
hukum, sehingga setiap warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, dalam
menegakkan hukum itu harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.
C. DPD
DPD memiliki fungsi yang terbatas di
bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan
erat dengan sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Kewenangan legislatif yang dimiliki DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan
ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dengan daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu, DPD
memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak,
pendidikan dan agama.
Dalam bidang pengawasan, DPD
mengawasi pelaksanaan berbagai undang-undang yang ikut dibahas dan diberikan
pertimbangan oleh DPD. Namun, kewenangan pengawasan menjadi sangat terbatas
karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR guna bahan
pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota DPD ini
memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan DPR ketika bersidang dalam
kedudukan sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian
Presiden, maupun Wakil Presiden.
UUD NRI Tahun 1945 menentukan jumlah
anggota DPD dari setiap provinsi adalah sama dan jumlah seluruh anggotanya
tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Penetapan jumlah wakil daerah
yang sama dari setiap provinsi pada keanggotaan DPD menunjukan kesamaan status
provinsi- provinsi itu sebagai bagian integral dari negara Indonesia. Tidak
membedakan provinsi yang banyak atau sedikit penduduknya maupun yang besar atau
yang kecil wilayahnya.
D. Presiden
Perubahan UUD 1945 yang cukup
siknifikan dan mendasar bagi penyelenggaraan demokrasi yaitu pemilihan presiden
secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung presiden dan wakil
presiden akan memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga presiden
diharapkan tidak mudah untuk diberhentikan di tengah jalan tanpa dasar memadai,
yang bisa mempengaruhi stabilitas politik dan pemerintahaan secara aktual.
Presiden merupakan lembaga negara
yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif. Seiring dengan Perubahan UUD 1945,
saat ini kewenangan Presiden diteguhkan hanya sebatas pada bidang kekuasaan
dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun demikian, dalam UUD 1945 juga
diatur mengenai ketentuan bahwa Presiden juga menjalankan fungsi yang berkaitan
dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Dasar, Presiden haruslah warga negara Indonesia yang sejak kelahirannya dan
tidak pernah menerima kewarganegaraan lain. Perubahan ketentuan mengenai
persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dimaksudkan untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan zaman serta agar
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang makin demokratis, egaliter, dan berdasarkan
rule of law yang salah satu cirinya adalah pengakuan kesederajatan di depan
hukum bagi setiap warga negara. Hal ini juga konsisten dengan paham kebangsaan
Indonesia yang berdasarkan kebersamaan dengan tidak membedakan warga negara
atas dasar keturunan, ras, dan agama. Kecuali itu, dalam perubahan ini juga
terkandung kemauan politik untuk lebih memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia.
Selanjutnya, sebagai perwujudan
negara hukum dan checks and balances system, dalam UUD diatur mengenai
ketentuan tentang periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta adanya
ketentuan tentang tata cara pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam
masa jabatannya. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa jabatan Presiden dapat
dikontrol oleh lembaga negara lainnya, dengan demikian akan terhindar dari
kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan tugas kenegaraan.
Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip
checks and balances system serta hubungan kewenangan antara Presiden dengan
lembaga negara lainnya, antara lain mengenai pemberian grasi, amnesti, abolisi,
dan rehabilitasi yang semula menjadi hak prerogatif Presiden sebagai kepala
negara, saat ini dalam menggunakan kewenangannya tersebut harus dengan
memperhatikan pertimbangan lembaga negara lain yang memegang kekuasaan sesuai
dengan wewenangnya. MahkamahAgung memberikan pertimbangan dalam hal pemberian
grasi dan rehabilitasi dari pelaksana fungsi yudikatif. DPR memberikan
pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasarkan pada
pertimbangan politik. Oleh karena itu DPR sebagai lembaga perwakilan/lembaga
politik kenegaraan adalah lembaga negara paling tepat memberikan pertimbangan
kepada Presiden mengenai hal itu.
Adanya pertimbangan MA dan DPR
(lembaga di bidang yudikatif dan legislatif) juga dimaksudkan agar terjalin
saling mengawasi dan saling mengimbangi antara Presiden dan kedua lembaga
negara tersebut dalam hal pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.
E. Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, dan Komisi Yudisial
Kekuasaan kehakiman dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia bertujuan untuk menyelenggarakan peradilan yang
merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan
keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
Perubahan ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 dimaksudkan
untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia adalah untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari
intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan keadilan. Ketentuan ini
merupakan perwujudan prinsip Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3).
Dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (3)
dikatakan bahwa “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum
keberadaan berbagai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman,
antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.
Pengaturan dalam undang-undang
mengenai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman membuka
partisipasi rakyat melalui wakil- wakilnya di DPR untuk memperjuangkan agar
aspirasi dan kepentingannya diakomodasi dalam pembentukan undang-undang
tersebut.
Adanya ketentuan pengaturan dalam
undang-undang tersebut merupakan salah satu wujud saling mengawasi dan saling
mengimbangi antara kekuasaan yudikatif MA dan badan peradilan di bawahnya serta
MK dengan kekuasaan legislatif DPR dan dengan kekuasaan eksekutif lembaga
penyidik dan lembaga penuntut. Selain itu, ketentuan itu dimaksudkan untuk
mewujudkan sistem peradilan terpadu (integrated judiciary system) di Indonesia.
Pencantuman Pasal 24 ayat (3) di
atas juga untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada masa yang akan
datang, misalnya, kalau ada perkembangan badan-badan peradilan lain yang tidak
termasuk dalam kategori keempat lingkungan peradilan yang sudah ada itu diatur
dalam undang-undang.
1. MahkamahAgung
Perubahan ketentuan yang mengatur
tentang tugas dan wewenang Mahkamah Agung dalam Undang-Undang Dasar dilakukan
atas pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat terhadap
kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan ketentuan Pasal 24A ayat (1), MA
mempunyai wewenang: 1) mengadili pada tingkat kasasi;
2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang;
3) wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Mahkamah Konstitusi
Perubahan UUD 1945 juga melahirkan
sebuah lembaga negara baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah
Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar;
3) memutus pembubaran partai politik;
4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Lembaga ini merupakan bagian
kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan
konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya
sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan Mahkamah Konstitusi
adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam UUD
1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya, tidak boleh
ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar.
Hal itu sesuai dengan penegasan
bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak dalam tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas
hukum.
3. KomisiYudisial
Untuk menjaga dan meningkatkan integritas hakim agung, dalam Undang-Undang
Dasar dibentuk lembaga baru yaitu Komisi Yudisial. Melalui lembaga Komisi
Yudusial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang sesuai dengan
harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian
keadilan yang diputus oleh hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat
serta perilakunya.
Wewenang Komisi Yudisial menurut
ketentuan UUD adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim.
Dalam proses rekrutmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial
kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden.
Pasal 24B UUD menyebutkan Komisi
Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim.
Dengan demikian, Komisi Yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu mengusulkan
pengangkatan calon hakim agung di Mahkamah Agung dan menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga martabat serta menjaga prilaku hakim di
Mahkamah Konstitusi.
Anggota Komisi Yudisial berdasarkan
ketentuan undang-undang berjumlah 7 (tujuh) orang dan berstatus sebagai pejabat
negara yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan
anggota masyarakat. Keanggotaan komisi Yudisial diajukan Presiden kepada DPR,
dengan terlebih dahulu Presiden membantu panitia seleksi yang terdiri dari
unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Komisi ini dibentuk sebagi respon
tehadap upaya penegakan dan reformasi di institusi peradilan, yang selama ini
dianggap kurang memuaskan. Selain itu, untuk meminimalisasi interes politik
dari anggota DPR di dalam memilih dan menentukan hakim agung di Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung adalah institusi peradilan yang independen dan seharusnya
terlepas dari campur tangan, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Komisi
Yudisial juga dibentuk untuk memberikan pengawasan terhadap perilaku hakim.
Pengawasan dilakukan secara internal peradilan terhadap para hakim yang apabila
terbukti kurang efektif dapat dilakukan penindakan secara tegas terhadap hakim
yang melakukan pelanggaran.
F. Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dalam bidang auditor.
Pengaturan tugas dan wewenang BPK dalam Undang-Undang Dasar dimaksudkan untuk
memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan rinci mengenai BPK yang bebas
dan mandiri serta sebagai lembaga negara yang berfungsi memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka memperkuat kedudukan,
kewenangan, dan independensinya sebagai lembaga negara, anggotanya dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Dalam kedudukannya sebagai eksternal
auditor pemerintah yang memeriksa keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat
menjangkau pemeriksaan di daerah, BPK membuka kantor perwakilan di setiap
provinsi. BPK mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, dan
DPRD sesuai dengan kewenangan. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang- undang.
Mengingat BPK sebagai lembaga negara
dalam bidang auditor, untuk optimalisasi dan independensi dalam melaksanakan
tugasnya, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
dan diresmikan oleh Presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki
perwakilan disetiap provinsi. Terkait dengan pemeriksaan keuangan negara, BPK
ditegaskan juga berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara [Pasal 23E ayat (1)] serta menyerahkan hasil pemeriksaan
keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya [Pasal 23
E ayat (2)].